Seekor Elang Jawa atau yang memilki nama latin Nisaetus bartelsi yang memiliki umur sekitar 8 tahun sedang sibuk mencabik mangsanya mamalia kecil jenis marmut.
Marmut itu, diinjak oleh kedua kakinya yang memiliki cakar tajam. Penampakan Elang Jawa yang memangsa marmut itu terjadi di dalam kandang edukasi yang berada di Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK).
Siapa sangka, Elang Jawa yang dinamai Timu itu memilki nasib yang sangat menyedihkan dan tak seberuntung dengan Elang Jawa lainnya yang kini bebas terbang di alam liar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikJabar berkesempatan berbincang langsung dengan Penanggungjawab Kandang Edukasi PKEK Abdul Rosyad. Abdul mengatakan, di kandang edukasi itu ada 17 ekor dari 5 jenis elang, di antaranya Elang Jawa, Elang Brontok, Elang Ular Bido, Elang Bondol dan Elang Laut Perut Putih.
Menurut Abdul, 17 individu elang yang ada di kandang edukasi seluruhnya tak bisa dilepasliarkan lagi ke alam karena mereka mengalami cacat fisik permanen yang tidak bisa diobati. Selain itu, setiap elang memiliki cerita dan kisah tersendiri.
"Bermacam-macam ceritanya, ada satu Elang Jawa yang kami namai Timu, tahun 2018 tim kami sedang bersihkan halaman di pagi hari, ternyata temukan sebuah kardus di depan gerbang setelah dilihat didalamnya Elang Jawa, mungkin si pemilik sebelumnya takut atau karena saking bingungnya menyerahkan ke sini, mungkin diletakkan saja di depan gerbang. Setelah dicek, elang alami cacat di bagian sayap sehingga tidak bisa dilepasliarkan lagi. Itu cacat permanen dan sudah tidak bisa diobati lagi," kata Abdul kepada detikJabar, Rabu, 21 Juni 2023.
Abdul berujar, Elang Jawa itu dinamai Timu jika dalam Bahasa Sunda Timu artinya 'panimu' dan jika dalam Bahasa Indonesia berarti 'nemu'. Umur Si Timu ditaksir sekitar 8 tahunan, elang jenis ini maksimal hidup sampai umur 40 tahun, namun tergantung kondisi alamnya itu sendiri karena ada beberapa faktor yang bisa mempercepat kematian elang.
Menurutnya, Si Timu tidak bisa dilepaskan ke alam karena sayap kanannya patah dan hanya menggunakan kandang edukasi. "Pelajaran buat kita, bahwasanya jika memelihara elang dan tidak bisa menanganinya dan begitulah hasilnya, elangnya jadi cacat dan tidak bisa dilepasliarkan lagi," ujarnya.
Selain itu, Abdul juga tak mengetahui latarbelakang elang ini apakah hasil peliharaan atau hasil buruan, karena pada saat itu, si Timu ditemukan di dalam dus di depan gerbang PKEK.
Tak hanya Si Timu, kisah sedih juga dialami Elang Bido yang dinamai Dirgahayu atau karib disapa Dirga. Abdul menyebut, mengapa namanya Dirgahayu karena datangnya Tanggal 16 Agustus tahun 2022 lalu.
Dirga merupaka Elang Bido Ras Jawa, berwarna gelap, bermata kuning dan memiliki bulu unik di kepalanya. Dirga ditemukan dalam kondisi mengenaskan dan hampir mati. Dirga, diduga menjadi korban perburuan karena ditemukan bekas tembakan di sayapnya.
"Si Dirga ditemukan oleh warga di Gunung Ciremai, dia ada bekas tembakan di sayapnya sehingga ditemukan oleh masyarakat sudah lemas, sudah mau membusuk. Ditemukan warga, diserahkan kepada Pengelola Taman Nasional Gunung Ciremai dan diserahkan ke PKEK," ujarnya.
Menurutnya, ada 140 ekor elang yang direhabilitasi di PKEK. Elang tersebut datang dari sejumlah daerah di Indonesia, Pulau Jawa dan didominasi sitaan dan serahan warga di wilayah Jawa Barat dan dititp rawatkan oleh BBKSDA Jabar.
"Ada lagi Elang Bondol namanya si Zacky, dia itu menurut histori ceritanya dia alami patah sayap, jadi dari pemiliknya dia alami penyiksaan karena dia tuh dijadikan Elang yang diterbangkan lalu balik lagi. Jadi kalau dia enggak nurut, dicambuk tuh bagian sayapnya oleh si pemiliknya, karena si pemilik tidak tahu sampai patah," jelasnya.
Jika Si Timu, Si Dirga, Si Zacky alami cacat fisik, Abdul juga mengatakan ada kisah yang lebih menyedihkan jika menceritakan histori Elang Berontok bernama Pelong.
Abdul mengatakan, Elang Brontok versi terang dinamai si Pelong kalau dalam Bahasa Sunda 'Teu bisa melong' atau dalam Bahasa Indonesia 'Gak bisa melirik'.
Selain itu, Si Pelong juga hanya memiliki satu bola mata bagian kiri dan saat diserahkan ke PKEK mata bagian kanan Si Pelong hilang. Menurut Abdul, Si Pelong alami cacat perilaku, hal itu terjadi karena elang ini sudah terlalu jinak saat dipelihara oleh majikannya.
"Mungkin sudah terlalu lama dengan pemiliknya, lama jinak dengan pemiliknya itu, sangat lama dan sangat susah untuk mengembalikan perilakunya balik lagi," ujarnya.
Mengapa Si Pelong disebut alami cacat perilaku, karena kebiasaan yang tak lazim dan tidak takut dengan kehadiran manusia.
"Gak lazim, harusnya elang menjauh ketika ada orang apalagi sedang makan. Kalau Si Pelong malah mendekat, itu sudah cacat perilaku," terangnya.
Delapan tahun Sudah Abdul menjadi keeper satwa di Pusat Konservasi Elang Kamojang. Pria asal Kabupaten Garut ini bangga bisa ikut menjaga satwa dilindungi ini. Meski 17 individu elang yang ia rawat tidak bisa dilepasliarkan lagi, Abdul mengaku tetap bangga bisa menjaga aset milik negara.
"Kesan lebih ke kasihan sudah jelas, tanggungjawab lebih, ini barang milik negara, negara menugaskan kita untuk menjaga dan merawat ini," tegas Abdul.
Abdul mengajak kepada seluruh warga Indonesia, khususnya yang tinggal di Jawa Barat agar melestarikan elang dengan tidak merawat, menjual belikan dan memburunya. Biarkan burung dilindungi ini hidup di alam bebas.
Abdul juga senang, bisa dekat dengan 5 jenis elang yang dirawatnya dan memahami masing-masing karakteristik dari elang-elang tersebut.
"Enggak nurut mah, cuman ada kebiasaan ketika dipanggil nengok, karena sudah terbiasa setiap hari seperti itu, baru datang bawa pakan, bilang 'Gagah', nengok baru nyamperin. Lebih ke mendekatkan ke si satwanya itu," pungkasnya.
-- Puluhan robot AI tersebar di pertanian bunga tulip Belanda buat patroli tanaman yang terinfeksi virus. Matanya jeli banget!
Pembuktian apakah kamu orang bermata elang?
Butuh konsentrasi tinggi untuk mencari seuruh burung elang maupun benda yang menyerupai burung elang di gambar ini. Ada berapa kira-kira?